Bagaimanakah Bentuk
Asli al-Qur'an Ketika Diturunkan?
Al-Qur'an
memang sebuah buku yang ajaib. Keajaiban al-Qur'an bahkan bisa kita rasakan
saat pertama kali al-Qur'an diturunkan. Karena al-Qur'an yang diturunkan pada
abad ke 7 masehi tersebut diterima oleh Nabi Muhammad dalam bentuk yang belum
dikenal oleh manusia saat itu, yaitu dalam bentuk audiobook. Ya, al-Qur'an kita
sadari atau tidak adalah buku audio pertama yang pernah ada dalam sejarah umat
manusia.
Padahal audiobook atau buku audio baru marak di Amerika sekitar tahun
tujuh puluhan.
Jika kita
membaca buku-buku siroh atau sejarah tentang turunnya wahyu, maka kita akan
mendapati Malaikat Jibril berkata kepada Nabi Muhammad di gua hira ketika
turunnya wahyu, "bacalah!". Tentu saja Nabi Muhammad yang kala itu
memang tidak bisa baca tulis berkata, "saya tidak bisa baca."
Padahal buku
yang Jibril maksud untuk dibaca tersebut bukan buku berbentuk kertas akan
tetapi berbentuk suara atau audiobook, dan untuk membaca audiobook kita tidak
memerlukan kemampuan membaca karena kita bisa membacanya dengan kemampuan
pendengaran kita. Dan karena al-Qur'an diturunkan dalam Bahasa Arab, dan
Rasulullah SAW sudah sangat menguasai skill listening Bahasa Arab yang juga
Bahasa Ibunya sendiri, maka tentu saja Nabi Muhammad mampu membaca al-Qur'an
tanpa kesulitan yang berarti.
Dengan
begitu kita bisa mengatakan bahwa Al-Qur'an adalah audiobook pertama di dunia.
Dan tentu saja al-Qur'an juga merupakan kitab suci pertama dari agama samawi
yang diturunkan dalam bentuk suara, atau audiobook. Tentu saja Allah memiliki
banyak alasan untuk menurunkan al-Qur'an dalam bentuk audiobook.
Syekh Sofyan
guru al-Qur'an saya mengatakan bahwa al-Qur'an diturunkan dalam bentuk suara
dan bukan dalam bentuk buku agar tidak terjadi lagi perubahan ataupun penambahan
secara sengaja yang dulu dilakukan oleh para pendeta yang berujung pada
penyelewengan risalah kenabian.
Sebelum
turunnya al-Qur'an, Allah SWT telah menurunkan Taurat dan Injil. Kitab-kitab
Suci tersebut menurut kebanyakan ulama diturunkan dalam bentuk tulisan. Dan
pada akhirnya karena keterbatasan produksi buku pada saat itu yang memang masih
dalam fase yang sangat tradisional dan serba terbatas, wahyu Allah tersebut hanya
dipegang oleh para pendeta tanpa pernah dihafal oleh umat Kristen secara umum.
Hal ini memberikan kebebasan bagi para pendeta untuk mengubah isi wahyu tanpa
sepengetahuan kaumnya, dan itulah yang terjadi. Wahyu Allah berubah sedemikian
rupa seiring dengan berkembangnya kreatifitas para pendeta.
Dan hingga
kini injil atau biasa disebut Alkitab yang dahulu hanya satu buku sekarang
berkembang menjadi banyak buku dan dengan berbagai nama, sesuai nama pendeta
yang menurut orang Kristen mendapat ilham dari roh kudus untuk menulisnya. Umumnya
umat Kristen mengakui 4 kitab pertama dalam perjanjian baru sebagai kitab suci mereka. Bahkan sebenarnya terdapat
20 injil di seluruh dunia.[1]
Demikianlah
yang terjadi ketika wahyu Allah diturunkan dalam bentuk tulisan. Dan akhirnya
wahyu terakhir yang Allah turunkan bernama al-Qur'an tidak lagi berbentuk
tulisan agar tidak lagi terjadi penyelewangan dan penambahan oleh para pendeta.
Dan kita saksikan bagaimana al-Qur'an masih tetap satu dan terjaga dalam Bahasa
Aslinya tanpa perubahan yang berarti walaupun abad demi abad berlalu. Benarlah firman
Allah, "Sesungguhnya Kita menurunkan Al-Qur'an dan sesungguhnya sungguh
Kamilah penjaganya"(QS al-Hijr:15)
Diturunkannya
al-Qur'an dalam bentuk audiobook juga membuat al-Qur'an lebih mudah diterima
oleh Bangsa Arab yang merupakan bangsa penghafal yang belum terlalu akrab
dengan baca tulis. Dan karena al-Qur'an diajarkan oleh Jibril kepada Rasulullah
SAW secara lisan, maka para sahabat pun mempelajari secara lisan dari rasulullah.
Kemudian sahabat yang telah menghafal ayat tertentu lantas mengajarkan ayat
tersebut kepada umat islam lainnya dan demikianlah al-Qur'an menjadi audiobook
yang disimpan dalam ingatan para sahabat dan disebarkan secara lisan dari
generasi ke generasi.
Dan karena al-Qur'an diturunkan secara lisan, sudah sepatutnya umat islam mempelajari al-Qur'an secara lisan atau dengan berguru. Dan membacanya setelah guru kita membaca. Sebagaimana Rasulullah menyetorkan hafalannya kepada Jibril, dengan cara itu pulalah para penghafal al-Qur'an menjaga keaslian al-Qur'an. Yaitu dengan menyetorkan hafalannya kepada gurunya, dan setelah itu sang guru memberikan sanad dan ijazah kepada muridnya. Yang di dalam sanad itu tertulis rentetan penghafal al-Qur'an yang saling sambung setoran hafalannya hingga berakhir pada Rasulullah SAW dan Jibril AS. Dan sang murid yang telah mendapat sanad dan ijazah kemudian memiliki hak untuk mengajarkan al-Qur'an kepada murid-murid lainnya dan juga berhak memberikan sanad dan ijazah kepada murid-murid yang telah selesai belajar kepadanya dan juga telah menyetorkan hafalannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar